
Dijalanan mobil penuh sampai memenuhi jalur kiri yang diperuntukan pengendara sepeda motor, yang pada akhirnya sepeda motor melewati jalur trotoar/pedestrian yang diperuntukan bagi pejalan kaki, pejalan kaki pun enggan menggunakan jembatan penyebrangan mereka lebih suka menyebrang langsung di jalan walupun tidak ada zebra cross, jembatan penyebrangan pun jadi mubazir dan hanya menjadi monumen bisu saja.


Menurut pandangan M. Ridwan Kamil di sebuah forum tentang Catatan Kaki Isu Urbanitas Kita, salah satu permasalahan yang mendasar yang terjadi di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta justru disebabkan oleh ketidaksiapan dan ketidaktahuan tentang esensi budaya berkota atau 'being urban' oleh warganya sendiri.
Carut marut fisik dan sistem kota Jakarta sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat yang secara psikologis ternyata tetap berperilaku pikir bawaan dari desa.
Carut marut fisik dan sistem kota Jakarta sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat yang secara psikologis ternyata tetap berperilaku pikir bawaan dari desa.
Esensi berkota atau 'being urban' akhirnya menjadi penting untuk dipahami oleh setiap warga kota atau pendatang yang bermigrasi ke kota. Di kota Tokyo misalnya, setiap pendatang yang akan bergabung menjadi warga kota harus ditatar dan dikuliahi tentang tata tertib, aturan dan etika hidup di kota Tokyo. Hal ini untuk menjamin bahwa semua warga kota memahami esensi dan nilai-nilai filosofis hidup di kota besar. (kk dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar