Minggu, April 20, 2008

Gedung Sate Landmark Kota Bandung

Setiap kota memiliki identitas berbeda-beda yang dapat menbedakan dengan kota lainnya baik skala regional, nasional maupun international, seperti halnya kota Bandung dengan Gedung Sate-nya.
Dr. Hendrik Petrus Berlage seorang arsitek kenamaan Belanda menilai gedung sate merupakan een groots werk (sebuah karya besar- a great work).
Gedung Sate dibangun pada tahun 1920 – 1924 di Wihelmina Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro); peletakan batu pertama oleh Nona Johana Catherine Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops. dan Nona Petronella Roelofsen yang mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Gedung Sate merupakan karya monumental dari arsitek Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung. Gaya arsitekturnya merupakan perpaduan langgam arsitektur tradisional Indonesia dan teknik konstruksi Barat, sehingga disebut Indo Eropeesche Architectuur Stijln.
Arsitektur Gedung Sate merupakan perpaduan antara gaya arsitektur Italia dan Moor dari zaman Renaissance dengan gaya arsitektur Hindu dan Islam. Ornamen berciri tradisional seperti pada candi Hindu terdapat dibagian bawah dinding gedung, sedangkan pada bagian tengahnya ditempatkan menara beratap tumpak seperti meru di Bali, sesuatu yang lazim pada gaya arsitektur Islam.
Ornamen enam tiang dengan bulatan berbetuk mirip tusuk sate ditempatkan pada puncak atap tumpak, sebagai lambang biaya pembangunan Gedung Sate sebesar 6.000.000 Gulden.
Tempo Doeloe gedung ini disebut Gouvernements Bedrijven (GB). Gedung ini kemudian disebut Gedung Sate berdasarkan bentuk ornament pada puncak atap tumpak tersebut. Gedung Sate sekarang menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat. Pemberian teritis (overstek) yang lebar dan selasar pada lantai dasar sangat disesuaikan dengan iklim tropis, agar sirkulasi udara dan sinar matahari dapat masuk ke dalam bangunan dengan baik. Atap meru (atap tumpak) pada bangunan utama merupakan vocal point bangunan ini. Rancangan atap itu merupakan upaya memasukan unsure local pada desain bangunan. Wajah bangunan lebih didominasi dengan rincian (detail) arsitektur Barat seperti lengkung pada jendela dan tiang kecil yang memakai order klasik.
Dalam masa perang kemerdekaan Gedung Sate memiliki nilai histories. Pada tanggal 3 Desember 1945, tujuh orang pemuda pejuang yang mempertahankan bangunan tersebut gugur melawan Pasukan Ghurka yang datang menyerang. Kini sebuah monumen peringatan bagi pahlawan yang gugur itu, berdiri tegak di depan Gedung sate. Sejak tahun 1977, sebuah bangunan besar dengan kontekstual yang serasi, tegak menyesuaikan bentuk terhadap langgam arsitektur banguanan Gedung sate, rancangan arsitek Ir. Sudibyo, yang kini berfungsi menjadi gedung DPRD Propinsi Jawa Barat.
(sumber : Bandoeng Tempo Doeloe dan bapeda jabar go.id)

Tidak ada komentar: