Selasa, April 22, 2008

Rumah Tumbuh, Renovasi Bertahap

Rumah ini berada pada daerah perumahan pinggiran Jakarta, pada awalnya rumah ini tipikal real estat type 45 m2 luas tanah 120 m2 dengan sistem cluster. Ketika membeli rumah, pemilik sudah mempunyai rencana untuk pengembangan rumah ini dikemudian hari.
Namun karena budget terbatas maka program renovasi dibuat 2 tahap, yang pertama hanya menambah kamar tidur anak, r. pembantu, ruang service (km/wc dan tempat cuci) serta menambah akses pintu masuk dari depan, agar tidak menggangu kalo lagi ada tamu, tetapi hubungan ruang tetap diusahakan mengakomodir ruang yang akan dikembangkan berikutnya. Pada renovasi awal ini tidak semua dinding dibongkar, melainkan mempertahankan apa yang bisa dipakai, sebagai strategi penghematan terhadap biaya yang memang terbatas.
Pada renovasi tahap 2, adalah menambah lantai ke atas, konsekuensinya salah satu kamar tidur anak dihilangkan menjadi tangga akses naik, kamar tidur anak lainya dijadikan musholla, sedangkan kamar tidur utama bisa dijadikan sebagai ruang kerja atau kamar tidur untuk kerabat atau keluarga yang datang dari jauh.
Penambahan ruang pada lantai 2, yaitu kamar tidur utama+km/wc, 2 kamar tidur anak, ruang keluarga dan km/wc komunal.
Perkuatan struktur pun dilakukan pada daerah tertentu yang benar-benar memikul beban, dengan cara menyuntik kolom praktis yang ada dan menambah pondasi serta kolom yang diperlukan.
Bentuk fasad dibuat simpel dengan atap pelana biasa serta material yang umum digunakan. Perkerasan pada carport dengan material grassblock yang berfungsi sebagai resapan. Area taman depan dibuat tanpa pagar karena memang cluster sistem dan kebijakan dari pihak pengembang untuk tidak membuat pagar permanen, kecuali dari tanaman. Sedangkan area belakang dijadikan taman/courtyard yang berfungsi sebagai buffer terhadap udara panas dan juga sebagai tempat jemur.

Minggu, April 20, 2008

Gedung Sate Landmark Kota Bandung

Setiap kota memiliki identitas berbeda-beda yang dapat menbedakan dengan kota lainnya baik skala regional, nasional maupun international, seperti halnya kota Bandung dengan Gedung Sate-nya.
Dr. Hendrik Petrus Berlage seorang arsitek kenamaan Belanda menilai gedung sate merupakan een groots werk (sebuah karya besar- a great work).
Gedung Sate dibangun pada tahun 1920 – 1924 di Wihelmina Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro); peletakan batu pertama oleh Nona Johana Catherine Coops, putri sulung Walikota Bandung B. Coops. dan Nona Petronella Roelofsen yang mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Gedung Sate merupakan karya monumental dari arsitek Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung. Gaya arsitekturnya merupakan perpaduan langgam arsitektur tradisional Indonesia dan teknik konstruksi Barat, sehingga disebut Indo Eropeesche Architectuur Stijln.
Arsitektur Gedung Sate merupakan perpaduan antara gaya arsitektur Italia dan Moor dari zaman Renaissance dengan gaya arsitektur Hindu dan Islam. Ornamen berciri tradisional seperti pada candi Hindu terdapat dibagian bawah dinding gedung, sedangkan pada bagian tengahnya ditempatkan menara beratap tumpak seperti meru di Bali, sesuatu yang lazim pada gaya arsitektur Islam.
Ornamen enam tiang dengan bulatan berbetuk mirip tusuk sate ditempatkan pada puncak atap tumpak, sebagai lambang biaya pembangunan Gedung Sate sebesar 6.000.000 Gulden.
Tempo Doeloe gedung ini disebut Gouvernements Bedrijven (GB). Gedung ini kemudian disebut Gedung Sate berdasarkan bentuk ornament pada puncak atap tumpak tersebut. Gedung Sate sekarang menjadi Kantor Gubernur Jawa Barat. Pemberian teritis (overstek) yang lebar dan selasar pada lantai dasar sangat disesuaikan dengan iklim tropis, agar sirkulasi udara dan sinar matahari dapat masuk ke dalam bangunan dengan baik. Atap meru (atap tumpak) pada bangunan utama merupakan vocal point bangunan ini. Rancangan atap itu merupakan upaya memasukan unsure local pada desain bangunan. Wajah bangunan lebih didominasi dengan rincian (detail) arsitektur Barat seperti lengkung pada jendela dan tiang kecil yang memakai order klasik.
Dalam masa perang kemerdekaan Gedung Sate memiliki nilai histories. Pada tanggal 3 Desember 1945, tujuh orang pemuda pejuang yang mempertahankan bangunan tersebut gugur melawan Pasukan Ghurka yang datang menyerang. Kini sebuah monumen peringatan bagi pahlawan yang gugur itu, berdiri tegak di depan Gedung sate. Sejak tahun 1977, sebuah bangunan besar dengan kontekstual yang serasi, tegak menyesuaikan bentuk terhadap langgam arsitektur banguanan Gedung sate, rancangan arsitek Ir. Sudibyo, yang kini berfungsi menjadi gedung DPRD Propinsi Jawa Barat.
(sumber : Bandoeng Tempo Doeloe dan bapeda jabar go.id)

Sabtu, April 19, 2008

Engineering The Impossible (Millenium Tower)

“Engineering The Impossible” adalah judul acara yang ditayangkan Discovery Channel, mengulas tentang bagaimana sesuatu yang tidak mungkin, dengan pemikiran dan bantuan teknologi tinggi secara engineering menjadi mungkin. Timbul pertanyaan apakah mungkin? Ada beberapa category yang ditayangkan, Bangunan, Jembatan, Kapal Laut, Pesawat Terbang dll.
Dalam hal ini yang akan saya ulas tentang bangunan yang dirancang Norman Foster and Partner, yaitu Millenium Tower, apakah mungkin bisa direalisasikan pembangunannya. Menjadi tantangan yang belum pernah ada. Apakah mereka aman dan bertahan menghadapi bencana alam yang terburuk? Membangun sesuatu yang tak mungkin.
Hongkong menjadi kota yang menjadi lokasi kasus untuk proyek ini, kota berpenduduk 7 juta, dengan perkembangan yang pesat, 2 tahun berikutnya populasi penduduknya bertambah dua kali lipat. Dimana mereka akan tinggal? Kota lain menghadi masalah yang sama, Tokyo, Shanghai, New York, Jakarta, Taipe, Beijing dan Bombay pada abad pertenganahan menjadi penuh sesak. Jika mereka berkembang, butuh 15 kota baru tiap tahun untuk menjadi rumah bagi 12 juta orang, artinya 15 Los Angeles baru tiap tahun selama 50 tahun.
Tak ada ruang tertinggal untuk kehidupan kota.
Millenium Tower menjadi bangunan tertinggi di dunia, tingginya dua kali lipat dari yang pernah dibangun, 840 meter 170 lantai. 60 ribu orang bisa tinggal, bekerja didalamnya, seperti kota dalam kota.

Arsitek David Neilsen dari Norman Foster and Partner, menganggap ini solusi terbaik untuk ledakan populasi.
Tapi bisakah bangunan sebesar dan setinggi itu bisa dibangun? biayanya 10 milyar dollar, akan menghabiskan banyak material bangunan, pembangunannya pun butuh lebih dari 1 dekade.
Proyek ini akan menghadapi halangan besar sejak awal, masalah pertama dimana diletakannya. Pada tahun 2050 mungkin tidak ada lahan yang bisa dibangun di Hongkong. Maka tim arsitek memutuskan meletakannya di pelabuhan atau di laut. Dengan teknologi self rising factory (pabrik angkat sendiri) yang dikembangkan Obayashi dari Jepang, pembangunan gedung bisa diotomatisasi dengan dipandu komputer. Sistem angkat sendiri pada Millenium Tower berada pada dipusat menara (core) yang menjadi lorong lift dan sistem mekanis.
Sistem sirkulasi menggunakan lift express elektromagnetis tanpa kabel sehingga lift bisa berjalan secara vertikal dan horisontal ditambah efek tanpa beban (hampa udara) pnyeimbang kecepatan agar penumpang bisa nyaman saat berhenti.
Untuk menghindari pusaran angin bentuk bangunan pun di buat kerucut sejalan dengan tinggi gedung sehingga gedung pun stabil walau kecepatan angin mendekati 321 km/jam. Selain bentuk ia juga memakai alat sederhana untuk menstabilkan pencakar langit, yaitu penyesuai tekanan massa yang diletakan pada menara teratas gedung untuk mengendalikan getaran dari angin dan gempa. Dengan demikian masalah pembangunan Millenium Tower sebagian bisa dipecahkan.
Sesuatu yang sepertinya tak mungkin saat ini, mungkin besok bisa menjadi nyata. Kesuksesan kita hanya dibatasi oleh imajinasi kita.
Mereka yang bermimpi besar sering kali disebut gila.
(from Discovery Channel)

Selasa, April 15, 2008

Reduce, Re-use, Recycle

Hari Sabtu kemarin akhirnya saya bisa relaks sejenak dari rutinitas kantor yang kadang mesti dibawa pulang ke rumah. Ini kesempatan untuk bermain dan bercanda bersama anak-anak yang suka komplain kalo dirumah saya masih kerja. Seharian saya hanya menonton film-film kartun kesukaan anak saya, mulai Tom & Jerry, Dora, Diego dan film boneka animasi “BOB THE BUILDER”. Kenapa judul film terakhir saya tulis dengan huruf kapital dan memakai tanda kutip?
Karena dari film tersebut saya bisa mendapatkan ide tentang bagaimana sebuah desain bisa direalisasikan pada proyek yang berkelanjutan (sustainable, impian yang harus jadi kenyataan).
Dalam film tersebut Bob Si Pembangun memaparkan gagasannya tentang desain Sunflower Valley yang ia rancang bisa dibangun dengan konsep modern tanpa mengesampingan sumber daya lokal. Dengan konsep “Reduce, Re-use, Recycle” (mengurangi, menggunakan kembali dan daur ulang) semua potensi yang ada pada lokasi proyek dia gunakan dan dilibatkan secara optimal, dari sumber daya manusia, sumber daya alam dan potensi energy.
Bob Si Pembangun mengajak masyarakat untuk turun serta dalam pembangunan, mengurangi penebangan pohon, menghemat penggunaan bahan bakar, menggunakan material lokal atau barang bekas yang masih layak pakai, mendaur ulang sampah dijadikan kompos untuk menyuburkan tanaman dan pohon di taman, mengelola air, angin dan sinar matahari untuk energy listrik.
Jadilah Bob The Builder!!! Atau paling tidak kita bisa ambil konsepnya dan diterapkan di lingkungan sekitar kita, untuk membantu mengurangi pemanasan global.